Entah
mengapa akhir-akhir ini saya punya pikiran merasa terkurung dalam
sebuah doktrin berfikir yang tertanam selama bertahun-tahun, yaitu cara
berfikir yang selalu employed-oriented alias bekerja (pada orang lain)
entah itu kantoran, hotel dan sejenisnya. Tidak pernah berfikir tentang
self-employed/membuat usaha sendiri misalnya jualan sayur, jualan bakso,
jadi tukang cukur dan sejenisnya yang bisa dikategorikan usaha sendiri.
Sejak masa sekolah selalu berfikir kerja dimana, jadi apa, posisi apa
dll. Ketika sudah bekerja pada perushaan A dengan gaji tinggi, lalu
berfikir lagi untuk kerja di perusahaan B yang menawarkan lebih. Doktrin
itulah yang sangat berperan pada diri saya sehingga mental pekerja,
bukan mental pengusaha tumbuh subur dalam pikiran saya.
"Saya jadi pekerja dan kaya, mengapa mesti wiraswasta lagi?" Saya tidak
mengatakan bahwa menjadi pekerja adalah tidak OK, sama sekali tidak. Ada
satu kepuasan tersendiri jika punya usaha sendiri dan menciptakan
lapangan kerja untuk orang lain. Tidak ada yang salah. Saya sendiri
sampai saat ini adalah seorang pekerja. Harus diakui bahwa karena
menjadi pekerjalah saya bisa seperti sekarang, belum kaya sih tapi cukup
makan dan minum, dan cukup yg lainnya. Saya hanya merasa bahwa mungkin
sudah saatnya saya mulai berfikir untuk move forward dan mulai belajar
untuk berfikir mandiri dalam dunia kerja. Langkah nyatanya adalah pada
2007 dengan segala keterbatasan dan modal panas dan dengan jumlah hanya
70% dari seharusnya yang ada di business plan, saya merintis sebuah
bengkel mobil di Denpasar. Hal itu benar-benar menjadi titik tolak dalam
merubah sedikit demi sedikit cara saya berfikir untuk mulai belajar
berwiraswasta.
Secara sepintas, modal dan kesempatan terlihat menjadi faktor yang
menentukan tapi nyatanya tidak. Saya punya banyak kolega yang sudah
menjadi pekerja bertahun-tahun bahkan puluhan tahun, baik di dalam
maupun luar negeri. Dari segi modal rasanya tidak menjadi masalah untuk
memulai sebuah usaha sendiri skala kecil/menengah. Tapi karena mental
babu yang masih begitu kuat dan tidak mau keluar dari comfort zone maka
tidak ada pikiran sama sekali untuk memulainya. Yang ada hanyalah
kesibukan yang terus menerus dan selalu dalam hunting mode untuk mencari
di perusahaan/hotel mana bekerja. Alhasil, saya sangat sedikit
mempunyai teman yang bisa diajak ngobrol dan berjiwa wiraswasta.
Walaupun tidak bisa serta merta, paling tidak mempersiapkan diri setelah
selesai bekerja di negeri orang. Mereka hanya sibuk mencari update
berita hotel apa berdiri dimana, hotel apa ada lowongan dan service
charge berapa dan sejenisnya.
Walau tidak bisa sekarang, paling tidak pikiran sudah mulai terbuka ke
arah sana. Jika terus termakan doktrin itu, lalu sampai kapan menjadi
pekerja terus? Akankah sampai tua? Apa tidak bosan bekerja untuk orang
lain terus? Ternyata belajar berjiwa wiraswasta tidak harus muluk-muluk
dan tinggi-tinggi. Berikut beberapa tips untuk memulainya:
1. Stop mental "disuruh-suruh" itu.
Hal yang paling penting adalah pikiran kita. Kebanyakan dari kita sudah
terbiasa selalu berfikir sesuai doktrin itu sehingga menutup mata untuk
hal-hal menyangkut wiraswasta. Jika pikiran sudah terbuka maka
selanjutnya akan lebih mudah.
2. Konsep modal.
Memang modal menjadi faktor utama dalam memulai sebuah usaha mandiri
tapi tidak menjadi faktor penentu. Banyak cara untuk mensiasati faktor
ini misalnya nabung sejak dini, pinjaman dll.
3. Jangan tinggi-tinggi.
Dalam memulai usaha sendiri, jgn langsung memikirkan hal-hal yang besar
dan muluk-muluk, misalnya bagaimana menyaingi KFC, bagaimana menyaingi
BCA dll. Mulailah dengan hal-hal kecil dan biarkan pikiran kita
membentuk sebuah konsep dulu dengan fondasi yang kuat ke arah bisnis.
4. Hobi dan jeli melihat peluang.
Idealnya memulai sebuah usaha adalah sesuai dengan hobi sehingga dalam
menjalaninyapun akan lebih enjoy. Jika senang makan, buatlah warung nasi
yang punya ciri khas dan branding sendiri misalnya Warung Makan Bajak
Laut. Jika senang fashion, buatlah usaha butik misalnya dengan sentuhan
khas yg menbedakan dari usaha sejenis. Jika senang online, bikin warnet.
Jika senang bakso, jadilah juragan bakso, buat beberapa gerobak lalu
cari pekerja yang mau dimodalin untuk jualan bakso.
5. Tanyakan pada diri sendiri.
Akhirnya semua kembali berpulang pada diri sendiri. Tanyakan pada diri
kita masing, apakah saya ini termasuk pekerja-oriented atau
entrepreneur-oriented.
Artikel ini sy ambil dan pasang di blog sy, karena sy ingin teman2 sy yg membaca blog ini dapat menjadi para entrepreuner yg berhasil,
BalasHapusterutama kalau teman2 mencoba di bisnis asuransi.
Prudential bukan segala2 nya, tapi Prudential salah satu perusahaan yg dapat menghantarkan ke impian teman2 misalnya : rmh, mbl, jalan2, kebebasan waktu, kebebasan income, dll
untuk info kerjaan detail, bs pm ke sy..